Home » » Merekonstruksi Rawapening | Eceng Gondok

Merekonstruksi Rawapening | Eceng Gondok

 Disertasi  Dra Tri Retnaningsih Soeprobowati Mapp Sc,  berjudul ''Analisis Diatom Protokol Indonesia untuk Rekonstruksi Danau Rawapening, Jawa Tengah, Indonesia'', dapat menjadi titik awal upaya konservasi atau pemulihan Rawapening yang bisa menjadi dasar pengelolaan yang pas baik secara ekonomi maupun ekologi.
Staf pengajar Fakultas Biologi Universitas Diponegoro ini melakukan penelitian terhadap Danau Rawapening dengan cara merekonstruksi Danau Rawapening dimasa lampau. ”Pasti ada sesuatu yang tidak pas, saya coba merekontruksi kondisi Rawapening di masa lampau. Kajian ini masih baru di Indonesia meskipun di negara maju sudah mempunyai metode standar baku,” lulusan program doktor Program Studi Ilmu Lingkungan UGM ini menjelaskan.
Dari hasil analisis ditemukan, berdasarkan rekaman di lapisan sedimen inilah permasalahan Rawapening mulai terkuak. Kandungan nutrien yang kaya fosfor dan nitrogen yang berasal dari pupuk, limbah kapur dari proses pembuatan pupuk masyarakat sekitar, dan limbah domestik yang masuk ke danau telah menyuburkan perairan dan .  mengakibatkan blooming tumbuhan air. ”Hampir seluruh danau ternyata mengandung  fosfor dan nitrogen sehingga populasi enceng gondok tak terkendali dan menyebabkan pendangkalan.”
Tri Retnaningsih  menambahkan, enceng gondok yang mulai invasi tahun 1931 pun kemudian menjadi problem yang tidak terselesaikan hingga sekarang.  Bahkan menjadi dilematis karena, tumbuhan  gulma air ini justru mempunyai fungsi sosial ekonomi masyarakat setempat. ”Tahun 70-an masih seimbang dengan tanaman lain. Sekarang enceng gondok menutup hingga 60 persen.”
Hasil temuan rekonstruksi itu juga menyebutkan, problem pengkayaan perairan oleh fosfor dan nitrogen sudah muncul sejak tahun 1970 seiring dengan intensifikasi pertanian. ”Perlu merekomendasikan adanya regulasi  pemanfaatan pupuk.”
Rawa Pening, memang sebuah kasus yang sangat unik sekaligus kompleks. Banyak penelitian yang dilakukan dan kebijakan yang diterapkan, untuk menangani permasalahan di RawaPening. Sebut saja program pengangkutan atau pemanenan eceng gondok, pelarangan alat tangkap, pengerukan danau, konsep co-menejemen hingga proyek pembuatan master plan Rawapening yang menelan biaya miliaran rupiah. Hasilnya belum terlihat karena tidak ada penanganan konservasi dan pengelolaan rawa pening secara terpadu antara masyarakat, pemerintah dan stakeholder.
 ”Program pemanenan hanya menyelesaikan permasalahan sesaat karena blomming lagi. Dan laju pertumbuhan enceng gondok sangat cepat mencapai 1,76,” imbuh ibu tiga anak ini.
Sebenarnya banyak faktor yang mengakibatkan kerusakan Rawapening. Tidak hanya nutrien pupuk yang masuk ke perairan, tapi juga perubahan tata guna lahan didaerah tangkapan Rawapening. ”Pengembangan permukiman meningkat, sementara jumlah perkebunan, sawah menurun. Itu juga berkontribusi besar terhadap kerusakan.”
Selain itu, seribuan lebih karamba di Rawapening menurutnya, juga perlu ditinjau ulang karena melebihi ambang batas. ”Tahun 2007 hanya 2,7 ha. Jumlah keramba naik terus. Coba hitung berapa banyak bekatul  yang dimasukkan kedanau per-harinya.”
Menurut Tri Retnaningsih, melibatkan masyarakat adalah kunci utama karena mereka yang bersinggungan langsung. ”Ketika memanen enceng untuk kerajinan, yang diambil hanya batang tegak dan langsung dipotong di danau. Akibatnya limbah mengendap sehingga menambah pendangkalan, dan mereka tidak tahu itu.”
Karena itu, Ia berharap selain mengembangkan metode baku standar untuk rekonstruksi danau di Indonesia, penelitiannya ini juga bisa memberikan kontribusi membantu mengatasi persoalan pelestarian Rawapening. Potensi danau dapat dimanfaatkan dengan arif, sehingga fungsi ekonomi dan ekologi Danau rawapening tetap terjaga.
Hanya saja bagaimana mengatur jumlah enceng gondok masih menjadi pekerjaan bersama. ”Sulit mencari jumlah yang pas dimana masyarakat bisa memanen tapi populasi enceng tidak berlebihan,” tandasnya.
Rawa Pening adalah danau di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Luasnya 2.670 ha. dengan kemampuan kapasitas air maksimal 65 juta meter kubik, dan kapasitas minimal 25 juta meter kubik.  Merupakan 1 dari 840 danau besar di Indonesia. Keberadaan Rawa Pening sendiri saat ini dalam kondisi mempriharinkan karena terancam akibat tingginya sedimentasi dan tutupan eceng gondok yang mencapai 82 persen dari luas permukaan. (Noni Arnee).
_______
Sumber : Klik Disini
Share this article :
Comments
2 Comments

2 Comment:

Pengunjung

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. KeMaL's Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger